Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita UtamaDaerahOpiniTerbaru

Wajah Pradoks Dalam Setiap Konfrensi

163
×

Wajah Pradoks Dalam Setiap Konfrensi

Sebarkan artikel ini

“Saya berharap melalui tulisan yang receh ini, semoga pada konferwil nanti dapat terpilih seorang pemimpin yang benar-benar ideologis.”

Oleh: Muh. Asri Taib (Sekretaris GP. ANSOR Halbar)

Relasipublik.com- Menjelang konfrensi wilayah Gerakan Pemuda Ansor Maluku Utara pada tangal 27 November 2020 di Halmahera Utara telah menarik perhatian kader mudah Nahdatul Ulama. Hal ini di tandai dengan antusias dari berbagai anak mudah nahdiyyin yang ikut serta dalam mencalonkan diri sebagai ketua Wilayah Gerakan Pemuda Ansor provinsi Maluku utara.

Tentunya sebagai anak mudah Nahdatul Ulama, Muhamad Asri Taib (Sekretaris GP- Ansor Halbar) merasa bangga atas hal ini, begitu banyak generasi muda NU yang inggin mengabadikan diri mereka untuk mengurus oraganisasi pewaris Ulama ini.

Bagi M. Asri, bahwa konfrensi wilayah tidak sekedar melahirkan pemimpin, akan tetapi lebih dari pada itu, harus menjadiakan momen tersebut sebagai ajang evaluasi kepemimpinan sebelumnya, guna untuk menata arah lembaga kedepan yang semakin baik.

Asri berpikir pada konfrensi nanti banyak anak mudah nahdatul ulama se- Provinsi Maluku Utara akan hadir diarena konferwil, tentunya ini menjadi ruang silaturahim bagi anak mudah NU yang harus dimanfaat dengan baik.

Saya membayangkan di arena konferwil nanti, akan banyak pemikiran yang konstruktif untuk membangun GP- Ansor lima tahun mendatang. Namun hal ini tidak akan terwujud jika kita mengalami disorentasi dalam berlembaga, selama ini Ansor hanya menjadi kenderaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok bahkan kaderisasi ansor hampir tak memiliki ruh sehingga eksitensi kelembagan mengalami distorsi nilai.

Melalui konfrensi wilayah seharusnya kita menata kaderisasi Gerakan Pemuda Ansor yang lebih baik lagi kedepan. Tidak ada kepentingan kelompok atau kepentingan elite dalam konfrensi wilayah, yang ada hanyalah kepentingan lembaga bukankah Hadratuseh KH Hasyim asy’ari Telah mengatakan “Siapa yang mengurus NU Saya anggap ia Santriku, dan siapa yang menjadi santriku saya doakan khusnul khotimah Bersama anak cucunya.” Kata mengurus tidak boleh diartikan secara harfiyah saja, ada makna yang mendalam tentang arti kata mengurus oleh Mbah Hasyim, dan itu hanya diketahui oleh Mbah Hasyim sendiri tentang terminology mengurus NU itu bagaimana.

Mengurusi Ansor sama hal mengurusi NU, karna secara structural Ansor merupakan Badan otonom NU, dan juga terdapat banyak kesamaan antara Ansor dan NU baik dari aspek structural maupun cultural. Kedua lembaga ini juga memiliki kesamaan dalam menganut sebuah paham Ahlulsunah Waljamah sebagai basis ideologynya.

Olenya tidak ada bedanya antara kedua lembaga ini, sehingga dengan begitu kita berharap kita termasuk sebagai orang-orang yang dimaksud oleh Mbah Hasyyim, yang dengan ihklas dalam mengurusi NU. Namun rasanya kita tak pantas atas itu semua, sampai sejauh ini saya belum pernah merasa pantas dalam mengurus NU maupun Ansor, saya masih sering menyalahkan satu dengan yang lain, masih kurang ikhlas dalam mendedikasikan diri pada lembaga. Bahkan terkadang sempat terlintas di kepala saya, untuk menjadikan wadah NU sebagai batu loncatan untuk mengapai kepentingan dan saya pikir hampir semua dari kita mengalami hal ini.

Dengan begitu saya berharap melalui tulisan yang receh ini, semoga pada konferwil nanti dapat terpilih seorang pemimpin yang benar-benar ideologis. Karna seorang kader ideologis pasti lebih mementingkan kepentingan lembaga, ketimbang harus menjadikan lembaga sebagai kendaraan kepentingan pragmatis.

Selain itu saya berharap pada ajang konferwil ini dapat tercipta suasana yang educative dan demokratis. Para figure calon pemimpin wilayah harus di uji melalui konferwil ini, baik dari aspek kepemimpinan dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Selerah menentukan kepemimpinan ketua Wilayah tak boleh atas dasar suka dan tidak suka, atau tertip dan tidak tertip, seharusnya kita sadar bahwa metode semacam itu adalah metode peningalan klonial, yang saat ini kita tidak lagi berada pada fase tersebut, sehingga harus tunduk dan taat pada kepentingan raja.

Terkadang kita tidak menempatkan sesuatu pada porsinya, sehingga anomaly tentang kata tertip akan belaku saat kita tidak dapat megindahkan perintah senior, padahal kata tertip tidak sepradoks itu. Tertip itu apabila kita menghargai konstitusi kita sebagai hal yang final, misalkan tentang syarat pencalonan sebagai ketua wilayah yang di jelaskan oleh konstitusi lembaga, harus di taati oleh pengurus wilayah maupun pengurus cabang, sehingga bagi yang tidak memenuhi syarat tersebut jangan lagi di paksakan untuk sebagai calon ketua, apalagi harus habis pada perdebatan yang inkonstitusional.

Itu hanya salah satu contoh dari kata tertip, kiranya pada ajang konferwil nanti terpilih seorang pemimpin yang mewakili kemauang kita bersama, demi keselamatan lembaga kedepan.

Demikian tulisan receh ini semoga bermanfaat untuk kita semua. Selamat Berkonfrensi Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Provinsi Maluku Utara.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *