Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
OpiniSosial & BudayaTerbaru

Keganjalan Budaya Komunikasi Pendidikan Masa Pandemi

185
×

Keganjalan Budaya Komunikasi Pendidikan Masa Pandemi

Sebarkan artikel ini

Irfandi Mustafa

( Mahasiswa Pascasarjana Universitas Khairun Ternate )

SEMENJAK ada penyakit wabah Covid-19 berbagai kalangan sektor baik itu komunikasi, pendidikan, ekonomi, politik, budaya, bahkan kegiatan-kegiatan sosial dilakukan secara jarak jauh, hal ini mengancam Indonesia bahkan di dunia. Sehingga ada progres untuk melakukan segala sesuatu lewat internet.

Sebelum membahas lebih jauh, hal- hal kegiatan sebelum pandemi telah lancar dan semua berbagai kegiatan dilakukan dengan tatap muka. Kasus ini penulis lebih memperhatikan dari pendidikan di masa pandemi.

Komunikasi secara etimologis berasal dari dua kata dalam bahasa latin, yaitu “cum” yang artinya dengan atau bersama dengan, serta “umus” yang artinya satu. Dua kata tersebut membentuk kata benda “communio” yang dalam bahasa Inggris disebut dengan “communion”, yang artinya kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, atau hubungan.

Karena untuk ber – “communio” diperlukan adanya usaha dan kerja, maka kata “communion” berubah menjadi “communicare” yang artinya membagi sesuatu dengan seseorang, saling tukar menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap cakap, bertukar pikiran, berhubungan, atau berteman.

Dengan pemahaman tersebut, maka komunikasi mempunyai makna pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan. (Eka, 2005).
Evertt M. Rogers mendefenisikan komunikasi sebagai proses didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan mengubah perilakunya.

Pendapat senada dikemukakan oleh Theodore Herbert, yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang didalamnya menunjukan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Selain definisi telah disebutkan di atas, pemikiran komunikasi yang cukup terkenal yaitu Wilbur Schramm memiliki pengertian yang sedikit lebih detail.

Menurutnya, komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan, pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.Suratno (dalam Muh. Rizal Masdul, 2018).

Semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas/kejuruan, termasuk perguruan tinggi mengambil kebijakan untuk belajar di rumah. Dengan mewabahnya virus Corona ini pula yang menyebabkan diberlakukannya kebijakan Work From Home (WFK).

Hingga akhirnya, sekolah dan kampus secara nasional melaksanakan pembelajaran daring. Kenyataan ini yang menjadikan pandemi Covid-19 berdampak serius terhadap sektor pendidikan secara global. Khasana, Lestari, Rahman & Daniel (dalam Sudarsana et al, 2020) Berkomunikasi dalam dunia pendidikan saat di masa pandemi sudah tentu memiliki banyak tantangan yang dimiliki oleh seorang pendidik tesebut.

Sebagai sarana untuk pembelajaran pastinya diharapkan dorongan dan dukungan penuh oleh orang tua sehingga komunikasi pada proses pembelajaran sangat variatif. Dari sisi lain harus diakui kondisi pandemi menyebabkan ketimpangan mulai dari murid dan pendidik yang lebar. Praktik-praktik yang kemudian dilakukan sangat beragam dan memang menjadi bagian yang tidak efisien dalam menjalankan suatu program-program pembelajaran di dalam kurikulum tersebut. dan pastinya harus ada kolaborasi dan kegiatan lintas aktor atau pemeran sehingga bisa menyeimbangkan inovatif dalam praktik pembelajaran di masa pandemi ini.

Komunikasi pembelajaran daring ini biasanya tidak semua peserta didik mempunya alat komunikasi lewat internet sehingga bisa jadi mereka bergabung dengan temannya untuk mengikuti pembelajaran, dari sisi lain juga yang menjadi permasalahan adalah masih minim dan tidak mengerti dalam mengoperasikan alat elektronik, keterbatasan kuota internet juga menjadi hambatan apalagi sekolah-sekolah yang di luar kota. Di pedesaan yang diharuskan untuk melakukan aktivitas komunikasi pembelajarannya lewat online. Sehingga persoalan ini segala upaya harus dilihat oleh pemerintah.

Gerakan kuat untuk pembatasan sosial yang terjadi di kelompok kecil (keluarga) dan kelompok yang lebih luas (masyarakat) banyak terlihat jelas saat menyimak perubahan pembelajaran di masa pandemi. Tenaga pendidik dituntut memiliki ruang komunikasi yang efektif sehingga melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikan penilaian sesuai situasi pandemi saat ini.

Dari menyimpangnya pembelajaran di kondisi pandemi adapun hal-hal yang memberikan kemudahan lewat teknologi dalam hal kegiatan belajar dan mengajar sehingga bisa meningkatkan kreatifitas tenaga pendidik ataupun murid tersebut. Meskipun pembelajaran jarak jauh berjalan dengan lancar tetapi ada keluhan peserta didik atau murid seringkali terjadi karena memberikan tugas yang banyak buat peserta didik. Sesuatu yang harus dilakukan tentunya harus diperhitungkan, terukur mulai dari materi maupun waktu.

Pandemi Covid-19; Perubahan Komunikasi dan Pendidikan
Semenjak dimasa pandemi covid 19 tentunya membawa suatu perubahan yang dahsyat di dunia maupun di Indonesia. Pastinya ada tantangan yang dihadapi bagi ketahanan psikologi, ekonomi, budaya dan sosial masyarakat dunia termasuk juga di bidang pendidikan. Mengingat karena pendidikan adalah salah satu penunjang bagi suatu negara untuk maju, sudah tentunya seluruh pihak yang terkait sudah berpikir tentang masalah di masa saat ini.

American Health Organization, 2009 menyebutkan pandemi menyebabkan krisis kesehatan, pangan, sosial, pendidikan, tingginya jumlah orang sakit, kematian, kerugian ekonomi, dan resiko psikososial, yang melebihi kemampuan manusia untuk menangani situasi tersebut (Soraya, 2020).

Media sosial (cetak/online) dan percakapan di dunia khususnya di Indonesia didominasi oleh isu pandemi. Masyarakat terpapar informasi dalam jumlah besar yang membuat tingkat kecemasan menjadi tinggi. Tekanan isolasi sosial dan ketiadaan pekerjaan memberikan efek signifikan pada kesehatan mental. Infromasi dan aktivitas semua di batasi serentak oleh pemerintah, dari pandemi ini banyak yang mengeluh soal pekerjaan karena harus isolasi, adapula tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sehingga ada yang tidak mood untuk keluar rumah karena takut wabah menular ditambah lagi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang memaksakan isolasi dirumah.

Beragam trauma psikologis muncul, seperti kesepian (lonelines), gangguan komunikasi, suasana hati, ketidakpercayaan diri, stres, ketakutan, kesedihan, kebosanan, kecemasan, ketidakmampuan beradaptasi dengan lingkungan, kegagapan teknologi komunikasi baru, penyalahgunaan obat obatan dan alkohol, insomnia, depresi, panik, frustrasi, bahkan bunuh diri (Department of Psychiatry, 2020; Usher dkk dalam Soraya, 2020).

Kebijakan diputuskan oleh pemerintah Indonesia memiliki kontradiktif di kalangan masyarakat yang selalu menjadi bahan wacana hangat di bidang politik, budaya, komunikasi maupun pendidikan. Dengan isu yang sangat diperhatikan mulai dari 2019 sampai sekarang (2021), memang harus diperbincangkan lewat aplikasi maupun media lainnya, komunikasi dan pendidikan menjadi keganjalan dan tantangan bagi setiap individu atau majemuk.

Komunikasi lewat internet dan belajar (pendidikan formal) lewat internet telah menjadi hal yang tidak baru lagi dengan efek samping yang kita harus terima sampai saat ini. Saat ini sudah menjadi budaya karena kebiasaan yang dapat dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya. Di masa kondisi yang melanda bumi yang fana ini dari segi komunikasi, budaya, dan pendidikan pastinya tidak bisa dilepas pisahkan.

Komunikasi antara guru dan peserta didik/ dosen dengan mahasiswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu aspek penting yang harus di lihat menentukan kualitas proses pembelajaran. Selain itu, perilaku guru atau dosen dan peserta didik ataupun mahasiswa dalam proses pembelajaran akan menentukan bentuk komunikasi yang digunakan.

Komunikasi dan kontribusi pengorbanan warga negara dapat membantu menghentikan penyebaran penyakit ini. Salah satu bentuk pengorbanan adalah kesediaan untuk tinggal di rumah atau dikenal dengan gerakan #StayatHome. Aktivitas ini berdampak bagi dunia pendidikan, termasuk siswa didik, baik di level sekolah maupun pendidikan tinggi.

Siswa didik diminta untuk tidak pergi belajar ke sekolah dan tidak bertemu temannya secara langsung. Padahal, pertemuan tatap muka menjadi kebutuhan mendasar dan keindahan bagi peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungan pendidikannya. Ketiadaan pembelajaran langsung (offline) menjadi pengalaman baru. Proses pembelajaran bergeser menggunakan media daring sebagai medium komunikasi virtual.

Kenyamanan interaksi para pihak yang terlibat, mahasiswa, dosen, pihak kampus, harus dibangun dan diwujudkan bersama melalui komunikasi di tengah krisis untuk mengurangi entrophy atau ketidakpastian. Pendidikan daring menawarkan budaya pembelajaran baru. Siswa didik dapat belajar secara mandiri, mengakses materi pembelajaran kapan dan dari mana saja (Sarısakaloğlu dkk., 2015).

Sebagai sesuatu yang baru, pembelajaran daring membutuhkan adaptasi terhadap pola komunikasi yang baru. Berbagai hambatan pun bermunculan. Proses pembelajaran daring menghadirkan ketidaknyamanan dan kegagapan, termasuk beragam hambatan komunikasi dan budaya. Realitas komunikasi virtual adalah realitas simbolik, bukan realitas objektif. Oleh karenanya, tidak mudah bagi setiap orang termasuk peserta didik, untuk beradaptasi dengan situasi tersebut (Soraya, 2020).

Disisi lain, pada kondisi pandemi Covid 19 ini menjadi problematika yang mendasar bagi bangsa ini. Kebudayaan dalam penerapan pada pendidikan pun adanya keganjalan dalam berkomunikasi dalam hal pembelajaran sehingga tidak ada misi yang dibangun baik personal maupun kelompok.

Pelaksanaan pembelajaran dari waktu ke waktu mengalami beragam dinamika. Salah satunya adalah pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 ini. Hal itu disebabkan oleh adanya perubahan desain pelaksanaan pembelajaran yang perlu disesuaikan dengan protokol kesehatan sehingga pembelajaran untuk sementara waktu tidak dapat seluruhnya dilaksanakan secara luring (Lingga Dwi Setiawan, 2020).

Perubahannya sangat terasa dari komunikasi pendidikan di masa pandemi Covid-19, pendidikan sebelum dilanda pandemi sudah banyak masalah yang tidak selesai mulai dari program-program sampai kurikulum yang silih berganti untuk membenarkan dan mencari kesuksesan di sektor pendidikan.

Pada kenyataannya, masalah- masalah pendidikan kian tidak terselesaikan mulai dari kurangnya ketersediaan dana pendidikan apalagi di pedesaan yang jauh dari perkotaan, ada juga minimnya bahan belajar mengajar karena semua guru atau para pendidik memerlukan bahan ajar yang berkualitas sesuai kurikulum yang berlaku sekarang, rendahnya kualitas tenaga pendidik yang menjadi salah satu permasalahan, tidak tersedianya fasilitas yang memadai yang berkaitan dengan kemajuan teknologi.

Selain dari itu proses penerapan komunikasi pembelajaran online ini pastinya banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk belajar. Komunikasi lewat digital sudah menjadi tuntutan dunia untuk menyesuaikan perkembangan teknologi komunikasi yang pastinya kita tidak bisa hindari lagi.

Tugas pendidik karena jabatan adalah berat, maka sebagai pendidik karena jabatan ini harus diadakan persiapan-persiapan yang cukup. Bakat merupakan persyaratan penting untuk itu. Keadaan jasmani calon harus sehat. Pendidik juga dituntut untuk menggunakan bahasa yang sopan harus mempunyai kepribadian yang kuat. Sebagai pendidik harus disenangi oleh peserta didik. Ini berarti ia harus mempunyai kewibawaan, punya emosi yang stabil untuk menghadapi berbagai peserta didik. Banyak sifat lain yang harus dimiliki oleh seorang pendidik.

Selain itu, seorang pendidik harus susila, jujur dan adil. Karena jabatan ini tugasnya tidak hanya sebagai pendidik di muka kelas, tetapi harus mengadakan hubungan erat antara pendidik dan peserta didik di luar kelas (Syafril & Zen, 2019).

Indonesia menjadi salah satu negara yang diharuskan menghadapi tantangan tersebut sehingga kerja bahkan belajar di rumah. Kebutuhan internet semakin meningkat. Sangat serius di bijaki melihat dampak yang selalu timbul sehingga perlunya ada penanganan khusus baik dari tatanan keluarga maupun pemerintah. Posisinya, belum ada semacam pelatihan proses belajar secara daring untuk mengatasi perubahan secara positif. Nyatanya pendidikan yang ada di Indonesia harus dibenahi pada argumentatif sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan mampu mendapat informasi secara cepat melalu teknologi.

Permasalahan di bidang pendidikan saat pandemi memang layak untuk diperhatikan, karena di kalangan pelaku pendidikan (peserta didik/mahasiswa) yang lain tidak mengerti akan soal teknologi yang pembelajarannya melalui daring, dipaksa untuk beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru katakanlah belajar mengajar jarak jauh, dan ternyata banyak hal yang didapatkan seperti tidak serius untuk belajar, dan pastinya ada yang tidak peduli terkait dengan proses pembelajaran tersebut.
Permasalahan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 ini juga muncul karena permasalahan-permasalahan sebelumnya yang juga belum mendapatkan solusinya. Permasalahan tersebut dapat bersifat substansial, seperti kurikulum. Selain itu, permasalahan juga dapat bersifat teknis, misalnya permasalahan dalam segi praktik pelaksanaannya. Astini (Lingga Dwi Setiawan, 2020).

Selain itu, sekian banyak masalah harus ada kerja sama dengan pihak yang terkait, adapun untuk mengevaluasi secara subjektif dan komprehensif seharusnya dilakukan sebagai penunjang kepentingan. Pentingnya mendorong kebijakan pemerintah yang lebih dominannya melibatkan semua aktor di sektor dunia pendidikan yaitu para pendidik dan juga peserta didik sehingga berharap pendidikan yang ada di Indonesia dapat membaik dan bersaing dengan negara negara lainnya.

Karena memang di Indonesia lebih banyak menekankan kepada siswa atau peserta didik dengan cara hafalan dibandingkan membaca, sudah tentu tidak menjadi rahasia lagi bahwa presentasi minat baca di negara Indonesia sangat minim dan rendah dibandingkan negara lain, faktor salah satunya adalah teknologi, bahkan pada saat pembelajaran tatap muka pun berangsur sangat lama sehingga bagi peserta didik bisa saja bosan dengan kondisi tersebut, banyak mencatat dibandingkan melatih publik speaking dan memecahkan suatu masalah.

Dengan kurikulum yang berlaku saat ini pun belum mampu menerapkan secara penuh dan tidak efisien apa yang diharapkan bersama. Pendidik dalam Komunikasi Pembelajaran Daring
Dikutip dalam bukunya Amas Mahmud (2011); Narasi Demokrasi bahwa berbicara mengenai pendidikan berarti kita berbicara mengenai manusia dan eksistensinya di makro cosmos, sebagaimana tujuan pendidikan yakni proses untuk memanusiakan manusia.

Sesungguhnya narasi tersebut sangatlah spektakuler dan mulia, ketika kita melihat peran dan realisasi dari pendidikan kita di Indonesia., maka tujuan di atas masih membutuhkan elemen masyarakat secara keseluruhan dan pemerintah sebagai penanggungjawab secara khusus.

Karena telah jelas dan signifikan fungsi pendidikan dalam mewujudkan tatanan sosial masyarakat yang sadar akan pembangunan maupun kemajuan bersama suatu daerah maupun negara, pendidikan pendidikan merupakan sejarah bagi kita yang bahkan kita harapkan untuk membentuk masyarakat hari ini. dalam pandangan penulis, tingkat pendidikan suatu daerah akan menjadi barometer dan penunjang dalam menggerakkan suatu daerah untuk menuju pada cita-cita pembangunannya, pendidikan yang dinamis akan melahirkan performa masyarakat yang berkualitas dan sadar.

Mengkaji sistem pendidikan di negara ini, melahirkan berbagai kontradiksi dan distingsi yang hadir dalam kekecewaan dari masyarakat, mari kita lihat kerja pemerintah dalam mensosialisasikan tentang model pendidikan yang non-diskriminatif, misalnya pendidikan yang adil dan merata untuk semua warga negara, tetapi kemudian harapan itu hanya menjadi sebuah diskursus sehingga kita tidak pernah melihat implementasinya hingga saat ini.

Dilihat dari hal tersebut di masa pandemi Covid-19, Guru perlu tetap melaksanakan kegiatan belajar meskipun siswa belajar dari rumah. Solusinya, guru dituntut melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan media daring (online). Hal itu sesuai dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia terkait Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid19) bahwa sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat personal computer (PC) atau laptop yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Guru dapat memanfaatkan beragam media untuk pembelajaran daring, yaitu media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran. Astani (Lingga Dwi Setiawan, 2020).

Pandemi Covid-19 telah membuat wajah dan masa depan pendidikan kita semakin tak menentu. Sekolah-sekolah mulai dari TK/PAUD, SD, SMP, SMA sampai kampus Perguruan Tinggi tutup. Namun di sisi lain, hal baik yang terus dilakukan adalah tetap melaksanakan aktivitas/ proses belajar mengajar dengan segala keterbatasan fasilitas dan keberagaman kompetensi personal yang dimiliki dari Sabang sampai Merauke, dari Miangsa sampai pulau Rote. Fakta ini menunjukkan, bahwa nampaknya Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memang tidak siap dengan situasi pandemi ini. Padahal sudah sejak lama melalui ruang-ruang kelas sekolah formal dan forum-forum workshop juga seminar memperkenalkan dan mengajarkan tentang E-Learning. Tapi dalam medan tempur melawan pandemic Covid-19 ini, Kemdikbud seolah latah, mati akal dan kehabisan daya kreasi untuk menghadirkan pembelajaran yang tidak hanya inovatif tapi juga memastikan semua Standar Nasional Pendidikan dapat tercapai meski dalam situasi pandemic seperti sekarang.

Hal ini menjadi satu parameter bahwa teori yang diajarkan di sekolah kebanyakan hanyalah sebuah narasi ceramah minim bahkan tanpa aplikasi. Bukan hanya Covid-19 yang membuat wajah dan masa depan pendidikan kita menjadi tidak menentu.

Sederhananya pendidikan di Indonesia melalui lembaga/institusi sekolah juga kampus seolah senang terus berada pada zona nyaman hanya menjadi menara gading yang terus bersolek dengan hal-hal yang aksidental saja, seperti lebih banyak disibukkan dengan program mempercantik bangunan infrastruktur sekolah/kampus, tetapi justru nampak minim aktivitas baik secara kuantitas maupun kualitas, yang mengarah kepada pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional itu sendiri sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 1 bahwa “Pendidikan Nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air” (Lingga Dwi Setiawan, 2020)
Kacamata yang sama lembaga di bidang pendidikan di negara Indonesia seperti tembok beton pemisah begitu berjarak pada realitas politik, komunikasi, ekonomi serta sosial budaya dalam berkebangsaan.

Sepertinya mereka tidak paham sehingga dengan menggelegar mengkampanyekan soal revolusi industri 4.0, kita (Indonesia) tetap saja kalah saing dengan negara – negara tetangga. Tetapi dengan bangganya mengkampanyekan padahal seperti bermimpi di sudut kamar. Untuk apa membahas revolusi industri 4.0 sedangkan Indonesia dipermasalahkan segudang permasalahan pendidikan dengan kompleksitas yang akut diantaranya adalah masalah perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi seluruh warga negara, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan dengan tuntutan kehidupan, peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan, pengembangan kebudayaan Nasional agar indentitas Bangsa ini tidak habis ditelan oleh hegemoni budaya asing, dan yang tidak kalah pentingnya adalah masalah pembinaan generasi muda sebagai generasi pelanjut tongkat estafet kepemimpinan Nasional.

Pasti adanya solusi dan kebijakan di masa pandemi ini, karena pada masa covid-19 ini patinya ada ketidak terjangkaunya akses internet di pelosok desa di Indonesia, termasuk kuota internet murid minimalis, lewat daring siswa/mahasiswa selalu menjadi jenuh dengan keadaan saat pembelajaran, terkadang juga guru/dosen yang malas untuk memberikan materi. Hal seperti ini adalah keganjalan atau kebobrokan di dunia kebudayaan (kebiasaan) dan pendidikan sebagai langka tidak terpuji bagi istansi atau pelaku pembelajaran tersebut. di samping dari itu, pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sedang berlanjut, dengan kasus ini mungkin kita sebagai warga mengkritisi kebijakan pemerintah saat ini (di era Joko Widodo). Banyak lagi kasus yang harus ditulis sepertinya banyak Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk di wilayah Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan yang berlaku di daerah.

Komunikasi dan Mendidik Generasi Digital Berbagai temuan di bidang Teknologi Informasi (Information Technology), smart technology, artificial intelligence dan lainnya itu pada mulanya adalah hasil pemikiran manusia. Semua itu adalah hasil karya manusia. Namun ketika berbagai teknologi itu lahir, ia memiliki logika dan character tersendiri yang pada intinya bekerja berdasarkan sistem, dan memiliki tingkat disiplin dan ketaatan pada aturan yang tinggi. Siapa saja yang ingin menggunakannya, ia harus mengetahui dan memahami logika dan character dimilikinya. Ia tidak akan pernah mengikuti siapapun yang menyuruhnya bekerja di luar sistem yang ada pada dirinya, sekalipun yang menyuruhnya itu yang membuat peralatan itu sendiri.

Seorang penemu mobil, motor, kereta api, kapal lau dan pesawat terbang misalnya, ia harus menggunakan semua peralatan temuannya itu sesuai dengan logika yang mereka miliki. Jika seseorang menggunakan berbagai temuannya itu tidak mengikuti sistem yang ada pada dirinya, maka peralatan tersebut tidak akan mau beroperasi, bahkan bisa membahayakan dirinya (Nata, 2020)
Sama halnya di masa pandemi Covid-19 berdampak sangat besar di berbagai bidang, salah satinya pendidikan. Dari ruang pendidikan pun sepatutnya kita sayangkan sehingga para peserta didik tidak lagi mengenyam pendidikan ataupun komunikasi di ruang fisik sekolah, melainkan belajar dari rumah menggunakan pembelajaran jarak jauh yang berbasis online dan semua aspek beralih ke digital atau teknologi canggih.
Kini digitalisasi dari komunikasi pendidikan bukan lagi pilihan, Kondisi pandemi dan kemajuan teknologi menjadikan digital sebagai darah yang mengalir dalam tubuh pendidikan di Indonesia. Guru harus ber-attitude digital karena peserta didik adalah digital native. Pada dasarnya guru yang mendidik generasi tidak bisa lari dari tanggung jawabnya, ada ruang komunikasi intruksional berbasis digital menimbulkan pada permasalahan-permasalahan dalam transfer pengetahuan.

Pastinya hal yang paling berat yang dialami oleh guru adalah membangun partisipasi murid dan menjadikan komunikasi intruksional bermedia sebagai aktivitas sehari-hari (Ike Devi Sulistyaningtyas, 2020). Apalagi siswa yang tidak memiliki elektronik dan kesusahan akan jaringan di tempat tinggalnya.

Pada masa pandemi ini juga memaksa kepada murid untuk meloncat lebih jauh lagi dengan hal yang baru. Fase ini telah membuat dan meyakinkan mereka tidak perlu mempelajari perangkat belajar yang digunakannya, seperti internet, fungsi lensa foto, ataupun cara memproduksi tayangan yang baik. Sehingga siswa langsung melompat pada akses teknologi digital yang kemungkinannya mereka tidak saja menggunakan, namun memproduksi karya-karya digital sebagai bagian dari tugas akademik. Secara simbolik bahwa murid adalah generasi digital maka dituntut kepada guru berkomunikasi dengan gaya dan bahasa digital juga, pada esensinya guru juga dituntut untuk bermain di era digital sehingga bisa menyesuaikan pada generasi digital saat ini.

Implementasi dari komunikasi diruang digital ini memang lari jauh apa yang kita inginkan apalagi harus pada tahapan perilaku dan sikap, yang kebiasaan terjadi perintah dari guru untuk anak murid untuk mengerjakan tugas padahal proses pencapaian mensyaratkan untuk saling memahami antara satu dengan yang lain sehingga perubahan perilaku sebagai implementasi proses pembelajaran. Tujuannya agar murid tersebut untuk mencapai dan memenuhi pembelajaran, guru selaku pendidik harus lebih kreativitas dan berinovasi dalam hal menanamkan pengertian. Membentuk dan mengubah sikap, atau menumbuhkan hubungan yang baik saat komunikasi, sehingga selalu menghasilkan hasil positif yang kumulatif pada saat berkomunikasi.

Dari sisi lain juga dari guru peran orang tua dalam hal untuk komunikasi dan mendidik pada saat pembelajaran digital sudah menjadi fitrah dan tanggung jawab bersama. Tetapi pastinya dirasakan kesulitan-keslutian di era sekarang di bandingkan mendidik anak di zaman dahulu sebab generasi sekarang tumbuh mengikuti dunia yang semakin canggih yang sangatlah mudah untuk mengakses informasi dari manapun dan kapanpun, generasi digital saat ini selalu mengakses dengan Google bing atau mesin pencari lainnya. Kemampuan belajar mereka lebih cepat karena segala informasi ada di ujung jari mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *